Catatan: Kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsa
Hari 1, Selasa, 21 Maret 2023 / 27 Sya’ban 1444 H
Pemateri : Ustadz Rahmat Ridho, S.Ag,
Biografi Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah ta’la
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab memiliki nama lengkap Muhammad bin Abdil Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin Al-Masyarif At-Tamimi Al-Hambali An-Najdi
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H (1703 M) di kampung Uyainah (Najd) dan wafat pada tahun 1206 H. Ayah beliau adalah seorang Qodhi di Uyainah dan beliau adalah salah seorang ulama bermazhab Hanbali, oleh karenanya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab banyak belajar dari ayahnya.
Ciri-ciri dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
1).Dibangun diatas ilmu.
2).Fokus kepada tauhid.
3).Membersihkan syariat dari bid’ah.
4).Memerangi Taklid (fanatik) buta.
5).Memperhatikan skala prioritas (tahapan dalam dakwah).
Tuduhan-tuduhan dusta yang disematkan kepada syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab
Kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul wahab:
MUQODDIMAH USHUL TSALATSAH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
اعْلمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَعِ مَسَائِل
Ketahuilah, -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara:
(الأُولَى) الْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ، وَمَعْرِفَةُ دِيْنِ الْإِسْلَامِ بِالْأَدِلَّة
(Pertama) adalah ilmu, yaitu mengenal Allah ﷻ, mengenal nabi-Nya dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalinya.
(الثَّانِيَة) الْعَمَلُ بِهِ.
(Kedua) adalah beramal dengan ilmu tersebut.
(الثَّالِثَة) الدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
(Ketiga) adalah berdakwah kepada apa yang telah diilmuinya.
(الرَّابِعَةُ) الصَّبْرُ عَلَى الأَذَى فِيهِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
(Keempat) adalah bersabar dalam gangguan yang menimpa tatkala berdakwah di jalan Allah
Adapun dalilnya adalah firman Allah ,
وَالْعَصْرِ – إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ – إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
قال الشافعي رحمه اله تَعَالَى: لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلا هَذِهِ السُّورَةَ لَكَفَتْهُمْ.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, ‘Seandainya Allah tidak menurunkan bagi manusia satu argumentasi pun selain ayat ini, maka sudah cukup bagi mereka’.
وَقَالَ البُخَارِيُّ رحمه الله تعالى (بَابُ) ” العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالْعَمَلِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, ‘Bab tentang ilmu sebelum berkata dan beramal’ dan dalilnya adalah firman Allah,
{فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ}
“Ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan yang patut untuk disembah kecuali Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
فَبَدَأَ بِالْعِلْمِ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ.
Maka, Allah memulai dengan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.”
Penjelasan :
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman rahimahullah ta’la mengawali kitab nya dengan ucapan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ karena beliau mengikuti,
Ar rahmān (الرحمن) yang artinya Maha Penyayang diambil dari kata rahmah (kasih sayang) Allah diantara namanya adalah Ar rahmān (الرحمن) dan tidak boleh makhluk memiliki nama Ar rahmān (الرحمن) yang mengandung sifat rahmah demikian pula Ar rahim yang artinya Maha Penyayang dan Allah memiliki sifat rahmah.
Dan perbedaan antara Ar rahmān dengan Ar rahīm diantaranya disebutkan oleh para ulamā bahwasanya;
Seperti (misalnya):
Oleh karenanya Allah berfirman,
وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا
“Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”(QS. Al Ahzāb: 43)
Beliau menyebutkan bahwa ilmu mencakup tiga perkara, di antaranya adalah:
Ilmu dibagi menjadi dua, yaitu:
– Fardu ‘ain dan kifayah.
Jika ada orang yang ditunjuk oleh penguasa untuk mempelajari ilmu-ilmu yang seperti ilmu kedokteran, maka hukumnya adalah fardu ‘ain. Jika telah cukup orang-orang yang mempelajarinya dan banyak orang yang mempelajarinya, maka hukumnya menjadi fardu kifayah.
– Mubah, yaitu berupa ilmu-ilmu dunia yang bermanfaat.
– Haram, yaitu berupa ilmu-ilmu dunia yang diharamkan untuk mempelajarinya, seperti: ilmu judi, meramal dan yang semisalnya. Hukum mempelajari ilmu-ilmu ini adalah haram.
– Fardu ‘ain.
Ilmu yang wajib diketahui oleh setiap muslim adalah semua ilmu yang harus diketahui oleh seorang hamba dalam menjalankan aktivitas keagamaannya. Seperti ilmu-ilmu dasar akidah, rukun-rukun Islam, dan lain sebagainya.
– Fardu Kifayah.
Ilmu-ilmu tertentu yang harus diketahui oleh sebagian orang. Contohnya adalah ilmu usul fikih, usul hadis, musthalah hadis, tafsir, dan ilmu yang lainnya. Tidak semua orang mempelajari ilmu ini.
– Mubah
Ilmu-ilmu yang tidak wajib bagi seseorang, maka boleh untuk mempelajarinya. Contohnya adalah seorang dokter yang hendak mempelajari bahasa Arab, maka diperbolehkan baginya untuk mempelajarinya. Adapun jika dia adalah seorang mufti/ahli, maka hukumnya adalah wajib.
Dari sini kita tahu bahwasanya di antara ilmu yang wajib adalah mengenal Allah, mengenal nabi dan mengenal agama Islam.
Setelah seseorang memiliki ilmu, maka hendaknya dia mengamalkannya. Sejatinya ada dua kelompok yang tercela, yaitu:
Asal dari ibadah adalah hukumnya haram. Sampai kapan haramnya? Sampai ada dalil yang menjelaskan ibadah tersebut, maka baru kita mengerjakannya.
Barang siapa yang telah mengamalkan ilmunya, maka hendaknya dia mendakwahkannya. Didalam berdakwah hendaknya menyampaikannya sesuai dengan kapasitas diri masing-masing / sesuai dengan ilmu masing-masing.
Sabar itu ada tiga macam, yaitu:,
Hendaknya orang yang mendakwahkan ilmunya selalu bersabar dalam banyak hal, di antaranya:
Keempat perkara di atas (berilmu, mengamalkan, berdakwah, dan bersabar) terkumpul di dalam surah Al-‘Ashr. Allah berfirman,
وَالْعَصْرِ – إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ – إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Jadi, وَالْعَصْرِ artinya adalah demi waktu.
Allah bersumpah demi waktu. Jadi, Allah bersumpah kepada makhluk-Nya. Ini menunjukkan keutamaan makhluk-Nya. Adapun, kita sebagai makhluk Allah haram hukumnya bersumpah kepada selain Allah .
Sesungguhnya seluruh manusia dalam kerugian. Para ulama menjelaskan bahwa kerugian meliputinya dari segala arah. Siapakah yang selamat dari kerugian yang meliputi dari segala sisi? Mereka adalah:
– Saling berwasiat dalam kesabaran.
اعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّه يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ، تَعَلُّمُ هَذِهِ المَسَائِل الثَّلاثِ، والْعَمَلُ بِهِنَّ
“Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu– bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah mempelajari pula tiga hal berikut ini dan mengamalkannya.”
أَنَّ اللهَ خَلَقَنَا، وَرَزَقَنَا، وَلَمْ يَتْرُكْنَا هَمَلًا، بَلْ أَرْسَلَ إِلَيْنَا رَسُولًا، فَمَنْ أَطَاعَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَاهُ دَخَلَ النَّارَ، : الأُولَى
“Pertama: Allah-lah yang menciptakan dan memberi rezki kepada kita dan tidak membiarkan kita terlantar, tetapi mengutus seorang rasul kepada kita. Barang siapa yang menaatinya, akan masuk surga, dan barang siapa yang menentangnya, akan masuk neraka.
(إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولًا، فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا) : وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى
Dalilnya adalah firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul sebagai saksi atas kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada Firaun, lalu Firaun menentangnya, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzammil : 15-16)
أَنَّ الله لا يَرْضَى أَنْ يُشْرَكَ مَعَهُ أَحَدٌ فِي عِبَادَتِهِ، لا مَلَكٌ مُقَرَّبٌ، وَلا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ؛ : الثَّانِيَةُ
“kedua: Sesungguhnya Allah tidak rida disekutukan dengan siapa pun dalam beribadah kepada-Nya, tidak dengan malaikat yang didekatkan dan tidak pula dengan Nabi yang diutus.
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا﴾ : وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى
Dalilnya adalah firman Allah ,
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al-Jinn: 18)
أَنَّ مَنْ أَطَاعَ الرَّسُولَ، وَوَحَّدَ اللهَ لا يَجُوزُ لَهُ مُوَالاةُ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ، وَلَوْ كَانَ أَقْرَبَ قَرِيبٍ؛ : الثَّالِثَةُ
Ketiga: Barang siapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan Allah, maka tidak boleh baginya untuk berwala’ (loyal) kepada orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun ia adalah kerabat dekatnya.
وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾ [المجادلة: 22].
Dalilnya adalah firman Allah:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Penjelasan :
Penulis (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah) menyatakan bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari 3 permasalahan dan wajib untuk mengamalkannya.
Pertama : Tuhan itu ada, menciptakan kita, memberi kita rezeki, dan tidak membiarkan kita begitu saja, akan tetapi mengutus Rasulullah, sehingga wajib bagi kita untuk taat kepada Rasulullah.
Allah berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا 6لَا تُرْجَعُونَ، فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (Al Mu’minun: 115-116)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya : Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Ibnu Taimiyah mendefinisikan ibadah sebagai suatu istilah untuk setiap yang Allah cintai dan ridhoi dari perkataan dan perbuatan, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah,
وَلَمْ يَتْرُكْنَا هَمَلًا، بَلْ أَرْسَلَ إِلَيْنَا رَسُولًا
“Dan Allah tidak membiarkan kita terlantar, tetapi mengutus seorang rasul kepada kita”
Dalam hal ini Allah ﷻ pernah berfirman dalam hadis Qudsi,
إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ
“Sesungguhnya aku mengutusmu untuk mengujimu dan menjadikanmu bahan ujian bagi manusia”[18]
– Mengenalkan sifat-sifat Allah
– Menjelaskan apa yang dicintai Allah agar dijalankan dan menjelaskan yang dibenci agar ditinggalkan
– Mengingatkan akan adanya hari pembalasan
﴿إِنَّا أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولًا، فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذًا وَبِيلًا﴾
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul sebagai saksi atas kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada Firaun, lalu Firaun menentangnya, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzammil : 15-16)
Melalui ayat ini beliau ingin menjelaskan bahwasanya Allah pernah mengingatkan orang-orang musyrikin Arab bahwa diutusnya Nabi Muhammad bukanlah sesuatu yang baru karena Allah dahulu juga pernah mengutus Nabi Musa kepada Firaun. Barang siapa yang membangkang kepada Nabi yang telah di utus oleh Allah maka akan berakhir seperti Firaun yang dahulu membangkang kepada Nabi Musa alaihissalam. Dalam hal ini Allah menyebutkan bahwa Firaun akan mendapatkan “siksaan yang berat” sebagaimana penjelasan para ulama bahwa Firaun mendapatkan siksaan di segala alam di dunia, di barzakh dan di akhirat. Di dunia ia di tenggelamkan di laut merah, di alam barzakh sebagaimana di jelaskan oleh Allah dalam surah Ghafir bahwa Firaun dan bala tentaranya dipaparkan kepada mereka panasnya api neraka.
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”. (QS. Ghafir: 46)
Adapun di alam akhirat maka ia akan mendapatkan azab yang sangat keras. Allah berfirman,
﴿وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ﴾
“Dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (QS. Ghafir: 46)
Kedua : Bahwasanya Allah tidak ridho dengan kesyirikan.
Allah tidak rida untuk disekutukan dengan sesuatu apapun dalam peribadatan kepada-Nya. Tidak dengan malaikat yang didekatkan dan tidak pula dengan Nabi yang diutus. Tidak boleh bagi seseorang untuk berdoa kepada malaikat, misalnya, seseorang ingin agar hujan turun lantas ia berdoa kepada malaikat Mikail agar menurunkan hujan. Malaikat yang jelas-jelas diperintahkan oleh Allah untuk menurunkan hujan saja tidak boleh kita berdoa kepadanya lantas bagaimana dengan yang meminta turunnya hujan kepada makhluk-makhluk yang derajatnya tidak seperti malaikat atau meminta kepada para penghuni kubur agar memberikan pertolongan dan menurunkan hujan.
Bahaya perbuatan syirik adalah :
Rasulullah ketika ditanya,
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ؟
“Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?”
قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
Rasulullah menjawab, “Kamu membuat tandingan bagi Allah (syirik), sedangkan Dialah yang menciptakanmu.”([19]
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa”:48)
Allah berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az Zumar: 65)
Ketiga : Wajibnya tidak boleh bermuawalat (loyal) kepada orang-orang yang memusuhi Allah dan RasulNya.
Di sini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menjelaskan tentang konsekuensi dari tauhid (tidak syirik), di antaranya bahwa orang-orang yang beriman dan bertauhid maka ia tidak akan mencintai musuh-musuh Allah . Penjelasan tentang ini terdapat pada beberapa tempat dalam Al-Qur’an di antaranya firman Allah ,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِيۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Mumtahanah: 1).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata :
اعْلَمْ أَرْشَدَكَ اللهُ لِطَاعَتِهِ
“Ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk menaati-Nya.”
أَنَّ الْحَنِيفِيَّةَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ، مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Bahwa agama Ibrahim yang hanif adalah engkau menyembah Allah semata dan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”
وَبِذَلِكَ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ النَّاسِ وَخَلَقَهُمْ لَهَا، كَمَا قَالَ تَعَالَى ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾، وَمَعْنَى يَعْبُدُوْنَ : يُوَحِّدُوْنِ
Dan dengan itulah Allah memerintahkan seluruh manusia, dan Allah menciptakan mereka untuk itu, sebagaimana firmanNya “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku” (QS Adz-Dzariyaat : 56).
Dan makna “untuk beribadah kepadaku” adalah “untuk mentauhidkanKu”
وَأَعْظَمُ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ التَّوْحيِدُ وَهُوَ: إِفْرَادُ اللهِ بِالْعِبَادَةِ.
“Hal teragung yang diperintahkan Allah adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah”
وَأَعْظَمُ مَا نَهَى عَنْه الشِّركُ، وَهُوَ: دَعْوَةُ غَيْرِهِ مَعَهُ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى ﴿وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا
“Sementara hal yang sangat dilarang-Nya adalah kesyirikan, yaitu beribadah kepada selain Allah bersama Allah. Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya), ‘Dan sembahlah Allah dan jangan berbuat syirik kepada-Nya sedikit pun’. (QS. An-Nisa: 36)”
فَإِذَا قِيلَ لَكَ: مَا الأُصُولُ الثَّلاثَةُ التِي يَجِبُ عَلَى الإِنْسَانِ مَعْرِفَتُهَا؟ فَقُلْ: مَعْرِفَةُ الْعَبْدِ رَبَّهُ، وَدِينَهُ، وَنَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Apabila ditanyakan kepadamu, ‘Apa al-ushul as-tsalatsah (tiga hal mendasar) yang wajib diketahui oleh tiap-tiap muslim?’ Maka, jawablah, ‘Seorang hamba mengenal Tuhannya, agamanya, dan Nabinya Muhammad ﷺ’.”
Penjelasan :
Di sini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menjelaskan tentang hakikat millah (agama) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, di mana beliau menyebutkannya sebagai agama الْحَنِيفِيَّةَ (al-hanifiyyah).
Al-Hanafiyaah secara bahasa berasal dari kata أَحْنَفُ (ahnaf) yang maknanya adalah condong. Orang-orang Arab dahulu menyebut orang yang mengalami kaki O (dimana kedua lutut saling menjauh sementara kedua kaki miring condong ke dalam) dengan ahnaf karena kedua kaki orang tersebut miring ke dalam. Sehingga, maksud dari agama الْحَنِيفِيَّةَ (al-hanifiyyah) adalah agama yang condong kepada tauhid dan jauh kepada kesyirikan, tidak bermakna hanya sekadar lurus saja sebagaimana yang dipahami oleh banyak orang.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menjelaskan bahwa hakikat agama Nabi Ibrahmi ‘alaihissalam adalah “menyembah Allah semata dan memurnikan ketaatan kepada-Nya”. Artinya, mentauhidkan (pengesaan) Allah dengan tidak beribadah kepada selain Allah , tidak kepada berhala-berhala, benda-benda langit, tidak kepada siapa pun.
Diantara sebab kenapa Nabi Ibrahim medapatkan gelar kekasih Allah :
Apa itu tauhid?
Di sini, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mendefinisikan tauhid dengan “mengesakan Allah dalam Ibadah”. Artinya adalah semua ibadah hanya untuk Allah .
Apa itu syirik?
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mendefinisikan syirik dengan “beribadah kepada selain Allah bersama Allah”.
Dalilnya firman Allah ,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًاۖ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (QS. An Nisa’: 36)
Di sini terdapat dua keumuman:
Dalam hal ini termasuk nabi, malaikat, wali, pohon, jin, mayat, dan yang lainnya.
Baik itu syirik akbar, syirik kecil, syirik khafi, syirik Jali, dan segala bentuk syirik lainnya.
by: nae
admin
Tidak ada komentar